Sabtu, 28 Mei 2011

laporan modulus elastisitas

LAPORAN MODULUS YOUNG ..
BAB I
PENDAHULUAN


I.1.Latar Belakang
Modulus Young dapat diartikan secara sederhana, yaitu adalah hubungan besaran tegangan tarik dan regangan tarik. Lebih jelasnya adalah perbandingan antara tegangan tarik dan regangan tarik. Modulus Young sangat penting dalam ilmu fisika karena setelah mempelajarinya, kita bisa menggunakannya untuk menentukan nilai kelastisan dari sebuah benda.
Karena dirasa penting bagi mahasiswa untuk mengetahui dan menguasainya, dilakukanlah sebuah praktikum untuk memperdalam materi fisika tentang Modulus Young.
Selanjutnya, untuk melengkapi praktikum tersebut, disusunlah laporan praktikum itu. Isi dari laporan ini tak lain adalah tinjauan pustaka yang berisi teori-teori Modulus Young, tujuan praktikum, hasil-hasil pengamatan dan pembahasan hal-hal yang telkah terjadi dalam praktikum. Tujuan lain dari laporan ini adalah memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah fisika dasar.




I.2.Tujuan
Adapun tujuan utama dari dilaksanakannya praktikum Modulus Young ini adalah sebagai berikut:
Menyelesaikan soal-soal sehubungan dengan penerapan Modulus Young.
Menentukan Modulus Young suatu bahan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.Keelastisan
Jika anda menarik sebuah pegas untuk melatih otot dada, maka pegas akan berubah bentuk, yaitu akan semakin panjang. Tetapi, bila anda melepaskan tangan anda, pegas akan segera kembali ke betuk semula. Atau contoh lain adalah pada katepel yang terbuat dari karet.
Pegas dan karet dalam hal inimerupakan benda dengan sifat elastis. Sifat elastis atau elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda itu dihilangkan.
Sedangkan benda yang tidak elastis adalah benda yang tidak kembali ke bentuk awalnya saat gaya dilepaskan, misalnya saja pada tanah liat. Bila anda menekan segumpal tanah liat, bentuknya akan berubah, tetapi saat gaya dilepaskan dari benda, tanah liat tidak kembali ke bentuk awalnya.

2.Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai hasil bagi antara gaya tarik F yang dialami kawat dengan luas penampangnya (A) atau bisa juga didefinisikan sebaghai gaya per satuan luas. Tegangan dirumuskan oleh:


Tegangan merupakan sebuah besaran skalar dan memiliki satuan N/m² atau Pascal (Pa).

3.Regangan
Regangan didefinisikan sebagai hasil bagi antara pertambahan panjang ∆L dengan panjang awalnya L. Atau perbandingan perubahan panjang dengan panjang awal. Regangan dirumuskan oleh:


Karena pertambahan panjang ∆L dan panjang awal L adalah besaran yang sama, maka regangan e tidak memiliki satuan atau dimensi.

Gambar dibawah ini dapat digunakan untuk memperjelas pengertian dari tegangan dan regangan.









4.Modulus Elastis
Kebanyakan benda adlah elastis sampai ke suatu gaya yang tertentu besarnya, dinamakan batas elastis. Jika gaya yang dikerjakan/diberikan pada benda lebih kecil dari batas elastisnya, benda akan kembali ke bentuk semula jika gaya dihilangkan. Tetapi jika gaya yang diberikan melampui batas elastis, benda tak akian kembali ke bentuk semula, melainkan secara permanen berubah bentuk.









Grafik diatas menunjukkan grafik tegangan terhadap regangan ketika sebuah kawat diberi gaya hingga kawat tersebut patah.
Dari O ke B, deformasi kawat adalah elastis. Ini berarti jika tegangan dihilangkan, kawat akan kembali ke bentuk semula. Dalam daerah elastis ini, terdapat daerah yang memiliki garis linier/garis lurus, yaitu OA. Dari O sampai A ini berlaku hukum Hooke, dan titik A disebut sebagai batas hukum Hooke.
B adalah batas elastis dari kawat. Di atas titik ini, deformasi kawat adalah plastis. Jika tegangan baru dihilangkan dalam daerah deformasi plastis, misalnya di titik D, kawat logam tidak akan kembali ke bentuk semula, melainkan mengalami perubahan bentuk yang permanen (contohnya seperti kejadian melengkungnya klip kertas).
C adalah titik tekuk (yield point). Di atas titik ini hanya dibutuhkan tambahan gaya tarik kecil untuk menghasilkan pertambahan panjang yang besar. Tegangan yang paling besar yag dapat kita berikan tepat sesaat sebelum kawat patah disebut juga tegangan maksimum (ultyimate tensile stress). Sedangkan E adalah titik patah. Jika tegangan yang kita berikan mencapai titik E, maka kawat tersebut akan patah karenanya.
Dan untuk selanjutnya, bila kita memperhatikan grafik kembali dan memperhatikan dalam daerah OA, maka grafik berbentuk garis lurus. Dimana perbandingan antara tegangan dan regangan adalah konstan. Konstanta inilah yang disebut sebagai modulus elastis atau modulus young. Dengan demikian, modulus elastis suatu bahan (E) didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan yang dialami bahan.



Modulus Elastisitas beberapa zat

Zat Modulus elastis
E (N/m²)
Besi 100 x 10
Baja 200 x 10
Batu bara 14 x 10
Marmer 50 x 10
Kayu 10 x 10
5.Tegangan Tarik, Tegangan Tekan, Tegangan Geser
Ada tiga jenis tegangan yang dikenal, yaitu tegangan tarik, tegangan tekan dan tegangan geser. Pada tegangan tekan, kedua ujung benda akan mendapatkan gaya yang sama besar dan berlawanan arah. Tapi, walau pemberian gaya dilakukan di ujung-ujung benda, seluruh benda akan mengalami peregangan karena tegangan yang diberikan tersebut.
Berbeda halnya dengan tegangan tarik, tegangan tekan berlawanan langsung dengan tegangan tarik. Materi yang diberi gaya bukannya ditarik, melainkan ditekan sehingga gaya-gaya akan bekerja di dalam benda, contohnya sepeti tiang-tiang pada kuil Yunani.
Tegangan yang ketiga adalah tegangan geser. Benda yang mengalami tegangan geser memiliki gaya-gaya yang sama dan berlawanan arah yang diberikan melintasi sisi-sisi yuang berlawanan. Misalkan sebuah buku atau batu-bata terpasang kuat dipermukaan. Meja memberikan gaya yang sama dan berlawanan arah sepanjang permukaan bawah. Walau dimensi benda tidak banyak berubah, bentuk benda berubah.










Tiga jenis tegangan

Bila ketiga tegangan tersebut diberikan terlalu besar, melebihi kekuatan benda, maka benda tersebut akan patah.


6.Hukum Hooke
Percobaan yang kita lakukan pada dasarny adalah untuk mengetahui hubungan kuantitatif antara gaya yang dikerjakan pada pegas dengan pertambahan panjangnya. Setiap panjang pegas ketika diberi gaya tarik dengan panjang awalnya disebut pertambahan panjang. Jika dibuat grafik gaya tarik terhadap perubahan panjang, maka akan anda dapatkan grafik membentuk sebuah garis linier.
Hukum Hooke sendiri berbunyi, “Jika gaya tarik tidak melampui batas elastis pegas, maka pertambahan panjang pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya”. Pernyataan ini dikemukakan oleh Robert Hooke, seorang arsitek yang ditugaskan membangun kembali gedung-gedung di London yang mengalami kebakaran pada tahun 1666. Oleh karena itu, pernyataan ini dikenal sebagai Hukum Hooke. Hukum Hooke dapat dirumuskan sebagai berikut
F = k ∆x

7.Tetapan Gaya Benda Elastis
Tetapan gaya benda elastis dalam hukum Hooke dilambangkan dengan simbol k. Perlu anda ketahui bahwa tetapan gaya k adalah tetapan umum yang berlaku untuk benda elastik jika diberi gaya yang tidak melampui titik A (batas hukum Hooke).
Gaya tarik F yang dikerjakan pada benda padat, dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.


Dan hukum Hooke sebagai berikut F = k ∆x
Dari kedua persamaan diatas, kita dapat mensubtitusikannya sehingga akhirnya akan didapat sebuah rumus untuk menghitung tetapan gaya k, yaitu.


Dengan A adalah luas penampang (m²), E adalah modulus elastis bahan (N/m²), dan L adalah panjang bebas dari benda (panjang benda saat belum ditarik)

BAB III
METODA PRAKTIKUM

III.1.Alat dan Bahan
Dua utas kawat.
Perangkat baca skala utama dan nonius.
Seperangkat beban.
Mistar panjang.
Mikrometer sekrup.
Kertas grafik mm.

III.2.Prosedur Praktikum
Gantungkanlah kedua utas tali dan dilengkapi dengan perangkat baca. Agar kawat menjadi lurus, bebani kedua utas kawat dengan beban yang tidak terlalu besar.
a. Ukur panjang salah satu kawat yang akan ditentukan Modulus Youngnya.
b. Ukur diameter kawat.
c. Catat kedudukan skala nonius terhadap skala.
Tambahilah beban pada salah satu kawat berturut-turut dengan penambahan massa 0,5 kg pada setiap penambahan beban.
d. Pada setiap penambahan beban, setelah beberapa saat (kira-kira 10 detik), catatlah kedudukan nonius. Lakukan penambahan sampai 3 Kg.
e. Hitung pertambahan panjang untuk tiap penambahan beban.
Setelah selesai penambahan beban, kurangi beban berturut-turut dengan pengurangan massa 0,5 Kg tiap pengurangan beban.
f. Pada tiap pengurangan beban, tunggu beberapa saat kemudian catatlah kedudukan nonius.
g. Hitung pengurangan beban.
Hitung tegangan tarik dan regangan tarik pada setiap langkah penambahan dan pengurangan beban.
Buatlah grafik pada kertas mm hubungan antara tegangan tarik dan regangan tarik dan tentukan Modulus Young dari grafik itu.








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1.Hasil Pengamatan
Data awal :
- Panjang kawat (L) = (7 x 10-2 ± 5 x 10-4)m
- Jari-jari kawat (r) = (1,6 x 10-4± 5 x 10-6)m
- Luas penampang (A) = (8,04 x 10-8± 5 x 10-6)m
- Skala nonius awal (Lo) = (4,6 x 10-2± 5 x 10-4)m

Tabel Penambahan Beban

m (Kg) F = m g
(N) Lt
(m) ∆L= Lt - Lo
(m) Tegangan=F/A
(N/m) Regangan
∆L/L
0,5 4,89 4,8 x 10-2 0,2 x 10-2 60,82 x 106 2,85 x 10-2
1,0 9,78 5,1 x 10-2 0,5 x 10-2 12,16 x 107 7,14 x 10-2
1,5 14,67 5,5 x 10-2 0,9 x 10-2 18,25 x 107 12,86 x 10-2
2,0 19,56 6 x 10-2 1,4 x 10-2 24,33 x 107 2 x 10-1
2,5 24,45 6,5 x 10-2 1,9 x 10-2 30,41 x 107 2,71 x 10-1
3,0 29,34 7,1 x 10-2 2.5 x 10-2 36,49 x 107 3,57 x 10-1


Tabel Pengurangan Beban

m (Kg) F = m g
(N) Lt
(m) ∆L= Lt - Lo
(m) Tegangan=F/A
(N/m) Regangan
∆L/L
3,0 29,34 7,1 x 10-2 2,5 x 10-2 36,49 x 107 3,57 x 10-1
2,5 24,45 7 x 10-2 2,4 x 10-2 30,41 x 107 3,43 x 10-1
2,0 19,56 7 x 10-2 2,4 x 10-2 24,33 x 107 3,43 x 10-1
1,5 14,67 7 x 10-2 2,4 x 10-2 18,25 x 107 3,43 x 10-1
1,0 9,78 6,9 x 10-2 2,3 x 10-2 12,16 x 107 3,28 x 10-1
0,5 4,89 6,7 x10-2 2,1 x 10-2 60,82 x 106 3 x 10-1

E Penambahan
E = (F/A)/(∆L/L)
E = (21,287 x 107)/(1,76 x 10-1)
E = 12,09 x 108 N/m

E Pengurangan
E = (F/A)/(∆L/L)
E = (21,287 X 107)/(3,36 X 10-1)
E = 6,33 X 108 N/m2

E rata-rata
= (Epenambahan + Epengurangan) / 2
= (12,09 x 108 + 6,33 x 108) / 2
= 9,21 x 108 N/m²

Selisih nilai E
∆ = Epenambahan - Epengurangan
∆ = (12,09 x 108)-(6,33 x 108)
∆ = 5,76 x 108 N/m²










Grafik Modulus Young





Pencarian nilai Modulus Young (E) melalui grafik

Dengan menghitung memakai kalkulator, dapat ditentukan bahwa nilai Modulus Young adalah:
Untuk grafik penambahan beban : E = 9,09 x 108 N/m²
Untuk grafik pengurangan beban : E = 51,5 x 108 N/m²

Sedangkan dengan menghitung secara manual, dapat ditentukan nilai Modulus Young sebagai berikut:
Untuk grafik penambahan beban





Untuk grafik pengurangan beban




Perbandingan antara hasil perhitungan manual dan kalkulator.
Setelah dilakukan penghitungan secara manual dan menggunakan kalkulator, didapat hasil yang berbeda. Untuk grafik penambahan beban, secara manual didapat hasil 9,26 x 108 N/m² sedangkan dari kalkulator didapat hasil 9,09 x 108 N/m². Tetapi walaupun berbeda, nilainya agak dekat dan tidak terlalu menyimpang.
Demikian juga halnya dengan grafik pengurangan beban. Walaupun hasilk perhitungan berbeda, tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh. Dari perhitungan manual didapaty hasil perhitungan 53,35 x 108 N/m² sedangkan dari kalkulator didapat hasil sebesar 51,5 x 108 N/m².




IV.2.Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum, ternyata didapat hasil-hasil tadi. Dan ternyata hasil praktikum ini tidak sesuai dan agak menyimpang dari teori-teori yang ada. Yang pertama bisa dilihat dari hasil pengamatan pada tabel penambahan berat beban. Memang, setiap ditambah beban kawat selalu bertambah panjang, tetapi saat dituliskan dalam grafik, grafik memang linier, tetapi agak bengkok, sehingga tidak konstan, padahal dalam teori seharusnya grafik tersebut linier dan bernilai konstan.
Selanjutnya dalam tabel pengurangan berat beban, didapat hasil yang sangat menyimpang dari teori. Dalam teori disebutkan bila beban/gaya dikurangi, maka kawat akan kembali ke ukuran semula. Tetapi dalam praktikum kenyataannya lain. Setiap pengurangan beban, kawat hanya mengendur sedikit, bahkan saat pengurangan dari 2,5 Kg ke 1,5 Kg kawat sama sekali tidak berubah panjangnya. Dan setelah beban diambil semua, ternyata kawat ada di skala 6,7 cm, padahal skala awal tadinya adalah 4,6 cm. Sehingga saat tabel ini dibuat grafiknya, grafiknya sama sekali tidak linier. Grafiknya malah tidak beraturan.
Kedua hal diatas dimungkinkan karena faktor alat terutama kawatnya. Hal ini dimungkinkan karena kondisi kawatnya yang sudah jelek dan keelastisannya sudah berkurag bahkan cenderung sudah berubah menjadi benda dengan sifat plastik. Kawat ini harusnya bersifat elastis, dimana kawat ini diberi gaya bentuknya akan berubah dan kembali kebentuk semula bila gaya dilepaskan.
Tetapi sekarang kawat itu sudah bersifat plastik, sehingga saat bentuk berubah ketika diberi gaya dan saat gaya itu dilepaskan dari kawat, kawat tidak kembali ke bentuk dan ukuran semula. Akhirnya hal itu membuat data-data yang didapat saat pengamatan menjadi tidak akurat.
Karena ketidak tepatan data-data yang diperoleh saat praktikum inilah yang membuat nilai E (modulus young) menjadi tidak akurat. Terbukti adanya perbedaan nilai modulus young saat dihitung baik dengan menggunakan cara manual atau dengan memakai kalkulator.



BAB V
PENUTUP

V.1.Kesimpulan
Dari praktikum Modulus Young ini, dapat disimpulkan beberapa hal:
Modulus Young meruipakan perbandingan antara tegangan tarik dan regangan tarik.
Benda elastis adalah benda yang kembali ke bentuk semula bila gaya dihilangkan.
Gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang dan dapat dirumuskan dengan persamaan F = k ∆x
Benda plastik adalah benda yang tidak kembali ke bentuk semula saat gaya dilepaskan.
Bila gaya yang diberikan pada benda melampui batas kekuatan benda, benda akan patah.


V.2.Saran
Disarankan pada setiap orang yang akan melaksanakan praktikum Modulus Young harus memahami dulu konsep dan prinsip dari hukum Hooke, tegangan dan regangan. Selain itu, bila ingin mendapat data yang akurat, disarankan menggunakan alat yang masih baik.



Daftar Pustaka

Giancoly, Douglas. 2001. Fisika. Erlangga:Jakarta.
Kanginan, Martheen. 2004. Fisika SMA 2A. Erlangga:Jakarta.
Zaida, Drs.,M.Si. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Faperta UNPAD
Diposkan

Jumat, 15 April 2011

reaksi redoks


Bab II
Tinjauan Pustaka
Penyetaraan Reaksi Redoks
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari dasar-dasar reaksi redoks, mempelajari cara menyetarakan reaksi redoks dengan metode perubahan bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi, serta mempelajari seluk-beluk tentang sel volta dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Reaksi Redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi ini untuk membentuk sebuah reaksi  dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.
Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan elektron, memperoleh oksigen, atau kehilangan hidrogen. Dalam pembahasan ini, kita menggunakan definisi kehilangan elektron. Sementara definisi lainnya berguna saat menjelaskan proses fotosintesis dan pembakaran.
Oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika logam Kalium bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida (KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron yang kemudian akan digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K  —–>    K+ + e-
Ketika Kalium kehilangan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa logam Kalium itu telah teroksidasi menjadi kation Kalium.
Seperti halnya oksidasi, ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan reduksi, yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen, atau memperoleh hidrogen. Reduksi sering dilihat sebagai proses memperoleh elektron. Sebagai contoh, pada proses penyepuhan perak pada perabot rumah tangga, kation perak direduksi menjadi logam perak dengan cara memperoleh elektron. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag+ + e- ——>   Ag
Ketika mendapatkan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak telah tereduksi menjadi logam perak.
Baik oksidasi maupun reduksi tidak dapat terjadi sendiri, harus keduanya. Ketika elektron tersebut hilang, sesuatu harus mendapatkannya.  Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam seng dengan larutan tembaga (II) sulfat dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut :
Zn(s) + CuSO4(aq) ——>  ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s) + Cu2+(aq) ——>  Zn2+(aq) + Cu(s) (persamaan ion bersih)


Sebenarnya, reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi paruh :
Zn(s) ——>   Zn2+(aq) + 2e-
Cu2+(aq) + 2e- ——>  Cu(s)



Logam seng kehilangan dua elektron, sedangkan kation tembaga (II) mendapatkan dua elektron yang sama. Logam seng teroksidasi. Tetapi, tanpa adanya kation tembaga (II), tidak akan terjadi suatu apa pun. Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator menerima elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah teroksidasi.
Sementara kation tembaga (II) tereduksi karena mendapatkan elektron. Spesies yang memberikan elektron disebut zat pereduksi (reduktor). Dalam hal ini, reduktornya adalah logam seng. Dengan demikian, oksidator adalah spesies yang tereduksi dan reduktor adalah spesies yang teroksidasi. Baik oksidator maupun reduktor berada di ruas kiri (reaktan) persamaan redoks.
Elektrokimia adalah salah satu dari cabang ilmu kimia yang mengkaji tentang perubahan bentuk energi listrik menjadi energi kimia dan sebaliknya. Proses elektrokimia melibatkan reaksi redoks. Proses transfer elektron akan menghasilkan sejumlah energi listrik. Aplikasi elektrokimia dapat diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel volta dan sel elektrolisis. Sebelum membahas kedua jenis sel tersebut, kita terlebih dahulu akan mempelajari metode penyetaraan reaksi redoks.
Persamaan reaksi redoks biasanya sangat kompleks, sehingga metode penyeteraan reaksi kimia biasa tidak dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, para kimiawan mengembangkan dua metode untuk menyetarakan persamaan redoks. Salah satu metode disebut metode perubahan bilangan oksidasi (PBO), yang berdasarkan pada perubahan bilangan oksidasi yang terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut metode setengah reaksi (metode ion-elektron). Metode ini melibatkan dua buah reaksi paruh, yang kemudian digabungkan menjadi reaksi redoks keseluruhan.
Berikut ini penjelasan sekilas tentang metode setengah reaksi : persamaan redoks yang belum setara diubah menjadi persamaan ion dan kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan; akhirnya, ion-ion pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang telah disetarakan, mengubah reaksi menjadi bentuk molekulnya.
Sebagai contoh, saya akan menjelaskan langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan redoks berikut :
Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) ——>  Fe3+(aq) + Cr3+(aq)
1. Menuliskan persamaan reaksi keseluruhan
Fe2+ +  Cr2O72- ——>  Fe3+ +  Cr3+
2. Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh
Fe2+ ——>  Fe3+
Cr2O72- ——>  Cr3+
3. Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan atom O dan H+ untuk menyetarakan atom H
Fe2+ ——>  Fe3+ + e-
6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——>  2 Cr3+ +  7 H2O
4. Menjumlahkan kedua setengah reaksi; elektron pada kedua sisi harus saling meniadakan; jika oksidasi dan reduksi memiliki jumlah elektron yang berbeda, maka harus disamakan terlebih dahulu
6 Fe2+ ——>  6 Fe3+ + 6 e- ……………… (1)
6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——>  2 Cr3+ +  7 H2O ……………… (2)
6 Fe2+ +  14 H+ + Cr2O72- ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O ………………… [(1) + (2)]
5. Mengecek kembali dan yakin bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan jumlah atom yang sama, serta memiliki muatan yang sama pada kedua ruas persamaan reaksi
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi tersebut  berubah menjadi sebagai berikut :
6 Fe2+ +  14 H+ + 14 OH- + Cr2O72- ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ +  14 H2O + Cr2O72- ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ +  7 H2O + Cr2O72- ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14 OH-
Berikut ini adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks :
Cu(s) + HNO3(aq) ——>  Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
Cu +  H+ +  NO3- ——>  Cu2+ +  2 NO3- +  NO  +  H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi dan menuliskan dua setengah reaksi (oksidasi dan reduksi) yang menunjukkan spesies kimia yang telah mengalami perubahan bilangan oksidasi
Cu  ——>   Cu2+
NO3- ——>  NO
3. Menyetarakan semua atom, dengan pengecualian untuk oksigen dan hidrogen
Cu  ——>   Cu2+
NO3- ——>  NO
4. Menyetarakan atom oksigen dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan oksigen
Cu  ——>  Cu2+
NO3- ——>  NO + 2 H2O
5. Menyetarakan atom hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang kekurangan hidrogen
Cu ——>  Cu2+
4 H+ + NO3- ——>  NO + 2 H2O
6. Menyetarakan muatan ion pada setiap ruas setengah reaksi dengan menambahkan elektron
Cu  ——>  Cu2+ + 2 e-
3 e- + 4 H+ + NO3- ——>  NO + 2 H2O
7. Menyetarakan kehilangan elektron dengan perolehan elektron antara kedua setengah reaksi
3 Cu  ——> 3 Cu2+ + 6 e-
6 e- + 8 H+ + 2 NO3- ——>  2 NO  +  4 H2O
8. Menggabungkan kedua reaksi paruh tersebut dan menghilangkan spesi yang sama di kedua sisi; elektron selalu harus dihilangkan (jumlah elektron di kedua sisi harus sama)
3 Cu   ——>  3 Cu2+ + 6 e- …………………….. (1)
6 e- + 8 H+ + 2 NO3 ——>   2 NO  +  4 H2O  …………………….. (2)
3 Cu  +  8 H+ +  2 NO3- ——>  3 Cu2+ +  2 NO  +  4 H2O  …………………………….. [(1) + (2)]
9. Mengubah persamaan reaksi kembali ke bentuk molekulnya dengan menambahkan ion pengamat
3 Cu +  8 H+ +  2 NO3- + 6 NO3- ——>  3 Cu2+ +  2 NO  +  4 H2O  + 6 NO3-
3 Cu +  8 HNO3 ——>  3 Cu(NO3)2 +  2 NO  +  4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Metode lain yang digunakan dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks adalah metode perubahan bilangan oksidasi (PBO). Saya akan menjelaskan langkah-langkah penyetaraan reaksi redoks dengan metode PBO melalu contoh berikut :
MnO4-(aq) + C2O42-(aq) ——>  Mn2+(aq) + CO2(g)
1. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO4- +  C2O42- ——> Mn2+ +  CO2
+7 -2      +3 -2            +2 +4 -2
2. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +7 menjadi +2; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
C mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +3 menjadi +4; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1
3. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C     : Δ = 1 x 2 = 2
4. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-masing ruas
MnO4- +  C2O42- ——>  Mn2+ +  2 CO2
5. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO4- +  5 C2O42- ——>  2 Mn2+ + 10 CO2
6. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
16 H+ + 2 MnO4- +  5 C2O42- ——>  2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O
7. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi tersebut  berubah menjadi sebagai berikut :
16 OH- + 16 H+ +  2 MnO4- +  5 C2O42- ——>  2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O + 16 OH-
16 H2O +  2 MnO4- +  5 C2O42- ——>  2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O + 16 OH-
8 H2O +  2 MnO4- +  5 C2O42- ——>  2 Mn2+ +  10 CO2 +  16 OH-
Selanjutnya, saya akan kembali memberikan sebuah contoh penyelesaian persamaan reaksi redoks dengan metode PBO :
MnO(s) + PbO2(s) + HNO3(aq) ——>  HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
MnO  + PbO2 + H+ + NO3 ——>  H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3- + H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO  + PbO2 + H+ + NO3 ——>  H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3- + H2O
+2 -2   +4 -2  + 1    +5  -2         +1     +7 -2       +2 +5  -2     +1  -2
3. Menuliskan kembali semua unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi; ion pengamat tidak disertakan
MnO  +  PbO2 ——>  MnO4- +  Pb2+
+2 -2     +4 -2         +7 -2       +2
4. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +2 menjadi +7; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
Pb mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +4 menjadi +2; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 2
5. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb   : Δ = 2 x 1 = 2
6. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-masing ruas
MnO  +  PbO2 ——>  MnO4- +  Pb2+
7. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan Pb dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO  +  5 PbO2 ——>  2 MnO4- +  5 Pb2+
8. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
8 H+ +  2 MnO  +  5 PbO2 ——>  2 MnO4- +  5 Pb2+ +  4 H2O
9. Mengubah persamaan reaksi kembali ke be ntuk molekulnya dengan menambahkan ion pengamat
10 NO3- +  2 H+ +  8 H+ +  2 MnO  +  5 PbO2 ——>  2 MnO4- +  5 Pb2+ +  4 H2O  +  2 H+ +  10 NO3-
2 MnO  +  5 PbO2 +  10 HNO3 ——>  2 HMnO4 +  5 Pb(NO3)2 +  4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .

Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6

Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.

Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2 O3 + I2 → NaI +Na2S4 O6

Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.
Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat .

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat

BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O

Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat (warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon, sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya

BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri sepertyi arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.



Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood, 1981).







laporan percobaan melde


Laporan Praktikum Gelombang
PERCOBAAN MELDE
adad

Atika Syah Endarti Rofiqoh
4201408059

Anggota Kelompok :
Sri Purwanti                      4201408045
Zulis Elby Pradana           4201408049
Esti Maretasari                           4201408057


Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
                          2010 
PERCOBAAN MELDE

I.                Tujuan Percobaan
a.       Menunjukkan gelombang transversal stasioner pada tali.
b.      Mengetahui hubungan antara cepat rambat gelombang (v) dengan gaya ketegangan tali (F).
c.       Menentukan cepat rambat gelombang pada tali.

II.             Landasan Teori
Gelombang adalah getaran yang merambat. Di dalam perambatannya tidak diikuti oleh berpindahnya partikel-partikel perantaranya. Pada hakekatnya, gelombang merupakan rambatan energi (energi getaran).
Gelombang dibedakan menjadi dua jenis menurut mediumnya. Yaitu gelombang elektromagnetik yang merambat tanpa melalui medium atau perantara. Contoh gelombang elektromagnetik adalah gelombang cahaya dan gelombang bunyi. Sedangkan gelombang yang merambat melalui suatu medium atau perantara yaitu gelombang mekanik.
Terdapat dua jenis gelombang mekanik, berdasarkan arah gerakan partikel terhadap arah perambatan gelombang, yaitu :
-                   Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah perambatannya searah dengan arah getaran partikelnya. Contoh gelombang longitudinal adalah gelombang pada pegas.
-                   Gelombang transversal adalah gelombang yang arah perambatannya tegak lurus dengan arah getaran partikelnya. Contoh gelombang transversal adalah gelombang pada tali.
Gelombang stasioner biasa juga disebut gelombang tegak, gelombang berdiri atau gelombang diam, adalah gelombang yang terbentuk dari perpaduan atau interferensi dua buah gelombang yang mempunyai amplitudo dan frekuensi yang sama, tapi arah rambatnya berlawanan. Amplitudo pada gelombang stasioner tidak konstan, besarnya amplitudo pada setiap titik sepanjang gelombang tidak sama. Pada simpul amplitudo nol, dan pada perut gelombang amplitudo maksimum.
Periode gelombang (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk menempuh satu panjang gelombang penuh. Panjang gelombang (λ) adalah jarak yang ditempuh dalam waktu satu periode. Frekuensi gelombang adalah banyaknya gelombang yang terjadi tiap satuan waktu. Cepat rambat gelombang (v) adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap satuan waktu. Secara umum, cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut :

eq=\nu = \lambda f

Dimana :
v = cepat rambat gelombang (m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (Hz)


HUKUM MELDE

GW480H242

Bila seutas tali dengan tegangan tertentu digetarkan secara terus menerus maka akan terlihat suatu bentuk gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambat gelombang. Gelombang ini dinamakan gelombang transversal. Jika kedua ujungnya tertutup, gelombang pada tali itu akan terpantul-pantul dan dapat menghasilkan gelombang stasioner yang tampak berupa simpul dan perut gelombang.
Dari gambar di atas diketahui bahwa amplitudo adalah jarak antara perut gelombang dengan arah cepat rambatnya. Sedangkan panjang gelombang adalah jarak satu perut dan satu lembah yang terdiri dari tiga simpul.
Melde merumuskan bahwa :
eq=\nu = \sqrt{\frac{F}{\mu}}

Dengan             µ =

Dimana :
v = cepat rambat gelombang (m/s)
F = gaya ketegangan tali (N)
µ = rapat massa linier tali (massa tali/panjang tali) (kg/m)









III.          Alat dan Bahan Percobaan
1.      Vibrator
2.      Sumber tegangan
3.      Katrol
4.      Papan/meja
5.      Tali
6.      Beban
7.      Timbangan/neraca
8.      Mistar

IV.          Langkah-Langkah Percobaan

Percobaan I (variasi massa beban) :
a.       Mengukur panjang dan massa tali.
b.      Menimbang massa beban yang dipakai.
c.       Merangkai alat seperti pada gambar di bawah ini.
d.      Mencatat frekuensi yang dipakai
e.       Menghidupkan vibrator dengan menghubungkannya dengan sumber tegangan.
f.       Mengukur panjang gelombang yang terjadi.
g.      Mencatat data yang diperoleh.
h.      Mengulagi langkah b sampai g dengan memvariasi massa beban

Percobaan II (variasi jenis tali) :
a.       Mengukur panjang dan massa tali.
b.      Menimbang massa beban yang dipakai.
c.       Merangkat alat seperti pada percobaan I.
d.      Mencatat frekuensi yang dipakai.
e.       Menghidupkan vibrator dengan menghubungkan pada sumber tegangan.
f.       Mengukur panjang gelombang yang terjadi.
g.      Mencatat data yang diperoleh.
h.      Mengulangi langkah a sampai g dengan memvariasi jenis tali.
























V.                Data Percobaan
Percobaan I (variasi massa beban)
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
l (m)
mtali (kg)
µ (kg/m)
1
0,03
1,05
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
2
0,04
1,28
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
3
0,05
1,49
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
4
0,06
1,68
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
5
0,07
1,64
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5


Percobaan II (variasi jenis tali)
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
l (m)
mtali (kg)
µ (kg/m)
1
0,1
0,48
50
1,5
2,74.10-3
1,827.10-3
2
0,1
0,68
50
1,5
1,316.10-3
8,776.10-4
3
0,1
0,8
50
1,5
0,913.10-3
6,098.10-4
4
0,1
1,9
50
1,5
0,129.10-3
8,573.10-5
5
0,1
2,0
50
2,64
2,148.10-4
8,127.10-5













VI.          Analisis Data

Percobaan I :
Cepat rambat gelombang secara umum/sinusoidal diperoleh dengan rumus :
eq=\nu = \lambda f

1.)    v1 = λ1.f1
= 1,05 m.50 Hz = 52,5 m/s

2.)    v2 = λ2.f2
= 1,28 m.50 Hz = 64 m/s

3.)    v3 = λ3.f3
= 1,49 m.50 Hz = 74,5 m/s

4.)    v4 = λ4.f4
= 1,68 m.50 Hz = 84 m/s

5.)    v5 = λ5.f5
= 1,84 m. 50 Hz = 92 m/s

Sedangkan cepat rambat dihitung dengan Hukum Melde adalah :

1.)    = 60,14 m/s
2.)     = 69,448 m/s
3.)     = 77,00 m/s
4.)     = 85,056 m/s
5.)     = 91,87 m/s

Sesuai dengan hasil perhitungan, maka bila ditabulasikan :
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
µ (kg/m)
vsin (m/s)
vmelde (m/s)
1
0,03
1,05
50
8,136.10-5
52,5
60,14
2
0,04
1,28
50
8,136.10-5
64
69,448
3
0,05
1,49
50
8,136.10-5
74,5
77
4
0,06
1,68
50
8,136.10-5
84
85,056
5
0,07
1,64
50
8,136.10-5
92
91,87





∑v = 367
∑v = 383,514

Kesesatan           =   x100%
                           = x100%
                           = 4,31%
Ketepatan           = 100% - 4,31%
                           = 95,69%








Percobaan II
Cepat rambat gelombang secara umum dapat ditentukan dengan persamaan:
eq=\nu = \lambda f

1.)    v1 = λ1 f1
= 0,48.50 = 24 m/s
2.)    v2 = λ2 f2
= 0,68.50 = 34 m/s
3.)    v3 = λ3 f3
= 0,8.50 = 40 m/s
4.)    v4 = λ4 f4
= 1,9.50 = 95 m/s
5.)    v5 = λ5 f5
= 2,0.50 = 100 m/s

Sedangkan cepat rambat secara Hukum Melde adalah :

1.)     = 23,17 m/s
2.)     = 33,43 m/s
3.)     = 40,14 m/s
4.)   = 106,97 m/s
5.)    = 109,81 m/s

Hasil percobaan bila ditabulasikan, maka :
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
µ (kg/m)
vsin (m/s)
vmelde (m/s)
1
0,1
0,48
50
1,827.10-3
24
23,17
2
0,1
0,68
50
8,776.10-4
34
33,43
3
0,1
0,8
50
6,089.10-4
40
40,14
4
0,1
1,9
50
8,573.10-5
95
106,97
5
0,1
2
50
8,127.10-5
100
109,81

∑v = 293
∑v = 313,52

Kesesatan         =│ │x100%
                          = ││x100%
                           = 6,54%

Ketepatan         = 100% - 6,54%
                          = 93,46%














VII.       Pembahasan
Percobaan Melde dilakukan untuk mengetahui hubungan antara cepat rambat gelombang dengan gaya ketegangan tali.

Pada vibrator diikatkan tali yang panjang melalui katrol lalu digantungkan massa beban. Vibrator sudah memiliki frekuensi tertentu yaitu 50 Hz. Vibrator kemudian dihidupkan dengan menghubungkan pada sumber tegangan. Pada saat itu timbul gelombang transversal yang merambat dari vibrator ke katrol dan dipantulkan oleh katrol ke vibrator, dan akhirnya timbul gelombang stasioner pada tali sehingga simpul dan perut dapat diamati. Jarak antara vibrator dan katrol diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan praktikan dalam menentukan panjang gelombang. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan jarak 100 cm.
Panjang tali antara vibrator dan katrol, dibagi banyaknya gelombang yang terbentuk, akan mendapatkan nilai panjang satu gelombang: Untuk gelombang yang panjangnya lebih dari 100 cm, gelombang yang tampak tidak sampai satu gelombang. Tapi hanya setengah gelombang, seperempat gelombang, dsb.
Dalam percobaan Melde ini, praktikan melakukan percobaan dengan dua variasi yaitu variasi massa beban dan variasi jenis tali.
Pada percobaan I (variasi massa beban), semakin besar massa beban yang digantungkan, maka akan terjadi panjang gelombang yang semakin besar. Hal ini menyebabkan cepat rambat semakin besar pula.
v = λ f
Jika dianalisis dengan Hukum Melde, semakin besar massa beban, maka gaya ketegangan tali semakin besar :
F = mbeban.g
Dengan bertambah besarnya gaya ketegangan tali, maka cepat rambat gelombangnyapun semakin besar.

Pada percobaan variasi jenis tali, didapatkan rapat massa linier tali yang berbeda-beda. Kali ini praktikan tidak memvariasi massa beban. Praktikan menggunakan massa beban yaitu 100 gram.
Dari data hasil percobaan dan perhitungan, didapatkan bahwa semakin besar rapat massa linier tali maka semakin kecil cepat rambat gelombang. Semakin besarnya rapat massa linier tali juga mempengaruhi panjang gelombang yang terbentuk, yaitu semakin kecil. Sehingga jika dianalisis dengan menggunakan persamaan cepat rambat sinusoidal, maka didapatkan cepat rambat yang semakin kecil pula.
Dalam percobaan Melde ini, kesesatan diperoleh dengan membandingkan antara selisih kedua total cepat rambat (total cepat rambat sinusoidal dan total cepat rambat Melde) dengan total cepat rambat Melde, lalu dikalikan 100%. Maka didapatkan kesesatan sebesar 4,31% pada percobaan I dengan ketepatan 95,69%. Pada percobaan II, didapatkan kesesatan 6,54% dan ketepatannya adalah 93,46%.
Terdapatnya kesesatan pada percobaan ini karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan percobaan, terutama saat mengamati panjang gelombang yang terjadi dan saat mengukur panjang tali serta mengukur jarak antara katrol dan vibrator. Ketidakvalidan alat juga mempengaruhi terdapatnya kesesatan dalam percobaan Melde ini, seperti neraca yang mungkin kurang valid.


VIII.    Kesimpulan
Dalam percobaan Melde, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Jika seutas tali digetarkan secara terus menerus, maka akan menimbulkan gelombang transversal pada tali. Jika kedua ujung tali tertutup, maka gelombang transversal itu akan bersifat stasioner atau diam.
2.      Semakin besar gaya ketegangan tali (F), maka semakin besar pula cepat rambat gelombang (v). Cepat rambat gelombang (v) berbanding lurus dengan akar kuadrat gaya ketegangan tali (F).
3.      Semakin besar rapat massa linier tali (µ), semakin kecil cepat rambat gelombang (v). Cepat rambat gelombang (v) berbanding terbalik dengan akar kuadrat rapat massa linier tali (µ).
4.      Cepat rambat gelombang secara sinusoidal dapat ditentukan dengan persamaan :
v = λ f
Cepat rambat gelombang secara sinusoidal dapat ditentukan dengan persamaan Melde yaitu :






IX.          Daftar Pustaka

Millardo, Albert dkk. 2008. Laporan Fisika Percobaan Melde. Jakarta : SMA Kasinius.
http://id.wikipedia.org/wiki/getaran.
http://id.wikipedia.org/wiki/gelombang.
















Laporan Praktikum Gelombang
PERCOBAAN MELDE
adad

Atika Syah Endarti Rofiqoh
4201408059

Anggota Kelompok :
Sri Purwanti                      4201408045
Zulis Elby Pradana           4201408049
Esti Maretasari                           4201408057


Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
                          2010 
PERCOBAAN MELDE

I.                Tujuan Percobaan
a.       Menunjukkan gelombang transversal stasioner pada tali.
b.      Mengetahui hubungan antara cepat rambat gelombang (v) dengan gaya ketegangan tali (F).
c.       Menentukan cepat rambat gelombang pada tali.

II.             Landasan Teori
Gelombang adalah getaran yang merambat. Di dalam perambatannya tidak diikuti oleh berpindahnya partikel-partikel perantaranya. Pada hakekatnya, gelombang merupakan rambatan energi (energi getaran).
Gelombang dibedakan menjadi dua jenis menurut mediumnya. Yaitu gelombang elektromagnetik yang merambat tanpa melalui medium atau perantara. Contoh gelombang elektromagnetik adalah gelombang cahaya dan gelombang bunyi. Sedangkan gelombang yang merambat melalui suatu medium atau perantara yaitu gelombang mekanik.
Terdapat dua jenis gelombang mekanik, berdasarkan arah gerakan partikel terhadap arah perambatan gelombang, yaitu :
-                   Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah perambatannya searah dengan arah getaran partikelnya. Contoh gelombang longitudinal adalah gelombang pada pegas.
-                   Gelombang transversal adalah gelombang yang arah perambatannya tegak lurus dengan arah getaran partikelnya. Contoh gelombang transversal adalah gelombang pada tali.
Gelombang stasioner biasa juga disebut gelombang tegak, gelombang berdiri atau gelombang diam, adalah gelombang yang terbentuk dari perpaduan atau interferensi dua buah gelombang yang mempunyai amplitudo dan frekuensi yang sama, tapi arah rambatnya berlawanan. Amplitudo pada gelombang stasioner tidak konstan, besarnya amplitudo pada setiap titik sepanjang gelombang tidak sama. Pada simpul amplitudo nol, dan pada perut gelombang amplitudo maksimum.
Periode gelombang (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk menempuh satu panjang gelombang penuh. Panjang gelombang (λ) adalah jarak yang ditempuh dalam waktu satu periode. Frekuensi gelombang adalah banyaknya gelombang yang terjadi tiap satuan waktu. Cepat rambat gelombang (v) adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap satuan waktu. Secara umum, cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut :

eq=\nu = \lambda f

Dimana :
v = cepat rambat gelombang (m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (Hz)


HUKUM MELDE

GW480H242

Bila seutas tali dengan tegangan tertentu digetarkan secara terus menerus maka akan terlihat suatu bentuk gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambat gelombang. Gelombang ini dinamakan gelombang transversal. Jika kedua ujungnya tertutup, gelombang pada tali itu akan terpantul-pantul dan dapat menghasilkan gelombang stasioner yang tampak berupa simpul dan perut gelombang.
Dari gambar di atas diketahui bahwa amplitudo adalah jarak antara perut gelombang dengan arah cepat rambatnya. Sedangkan panjang gelombang adalah jarak satu perut dan satu lembah yang terdiri dari tiga simpul.
Melde merumuskan bahwa :
eq=\nu = \sqrt{\frac{F}{\mu}}

Dengan             µ =

Dimana :
v = cepat rambat gelombang (m/s)
F = gaya ketegangan tali (N)
µ = rapat massa linier tali (massa tali/panjang tali) (kg/m)









III.          Alat dan Bahan Percobaan
1.      Vibrator
2.      Sumber tegangan
3.      Katrol
4.      Papan/meja
5.      Tali
6.      Beban
7.      Timbangan/neraca
8.      Mistar

IV.          Langkah-Langkah Percobaan

Percobaan I (variasi massa beban) :
a.       Mengukur panjang dan massa tali.
b.      Menimbang massa beban yang dipakai.
c.       Merangkai alat seperti pada gambar di bawah ini.
d.      Mencatat frekuensi yang dipakai
e.       Menghidupkan vibrator dengan menghubungkannya dengan sumber tegangan.
f.       Mengukur panjang gelombang yang terjadi.
g.      Mencatat data yang diperoleh.
h.      Mengulagi langkah b sampai g dengan memvariasi massa beban

Percobaan II (variasi jenis tali) :
a.       Mengukur panjang dan massa tali.
b.      Menimbang massa beban yang dipakai.
c.       Merangkat alat seperti pada percobaan I.
d.      Mencatat frekuensi yang dipakai.
e.       Menghidupkan vibrator dengan menghubungkan pada sumber tegangan.
f.       Mengukur panjang gelombang yang terjadi.
g.      Mencatat data yang diperoleh.
h.      Mengulangi langkah a sampai g dengan memvariasi jenis tali.
























V.                Data Percobaan
Percobaan I (variasi massa beban)
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
l (m)
mtali (kg)
µ (kg/m)
1
0,03
1,05
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
2
0,04
1,28
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
3
0,05
1,49
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
4
0,06
1,68
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5
5
0,07
1,64
50
2,64
2,148.10-4
8,136.10-5


Percobaan II (variasi jenis tali)
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
l (m)
mtali (kg)
µ (kg/m)
1
0,1
0,48
50
1,5
2,74.10-3
1,827.10-3
2
0,1
0,68
50
1,5
1,316.10-3
8,776.10-4
3
0,1
0,8
50
1,5
0,913.10-3
6,098.10-4
4
0,1
1,9
50
1,5
0,129.10-3
8,573.10-5
5
0,1
2,0
50
2,64
2,148.10-4
8,127.10-5













VI.          Analisis Data

Percobaan I :
Cepat rambat gelombang secara umum/sinusoidal diperoleh dengan rumus :
eq=\nu = \lambda f

1.)    v1 = λ1.f1
= 1,05 m.50 Hz = 52,5 m/s

2.)    v2 = λ2.f2
= 1,28 m.50 Hz = 64 m/s

3.)    v3 = λ3.f3
= 1,49 m.50 Hz = 74,5 m/s

4.)    v4 = λ4.f4
= 1,68 m.50 Hz = 84 m/s

5.)    v5 = λ5.f5
= 1,84 m. 50 Hz = 92 m/s

Sedangkan cepat rambat dihitung dengan Hukum Melde adalah :

1.)    = 60,14 m/s
2.)     = 69,448 m/s
3.)     = 77,00 m/s
4.)     = 85,056 m/s
5.)     = 91,87 m/s

Sesuai dengan hasil perhitungan, maka bila ditabulasikan :
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
µ (kg/m)
vsin (m/s)
vmelde (m/s)
1
0,03
1,05
50
8,136.10-5
52,5
60,14
2
0,04
1,28
50
8,136.10-5
64
69,448
3
0,05
1,49
50
8,136.10-5
74,5
77
4
0,06
1,68
50
8,136.10-5
84
85,056
5
0,07
1,64
50
8,136.10-5
92
91,87





∑v = 367
∑v = 383,514

Kesesatan           =   x100%
                           = x100%
                           = 4,31%
Ketepatan           = 100% - 4,31%
                           = 95,69%








Percobaan II
Cepat rambat gelombang secara umum dapat ditentukan dengan persamaan:
eq=\nu = \lambda f

1.)    v1 = λ1 f1
= 0,48.50 = 24 m/s
2.)    v2 = λ2 f2
= 0,68.50 = 34 m/s
3.)    v3 = λ3 f3
= 0,8.50 = 40 m/s
4.)    v4 = λ4 f4
= 1,9.50 = 95 m/s
5.)    v5 = λ5 f5
= 2,0.50 = 100 m/s

Sedangkan cepat rambat secara Hukum Melde adalah :

1.)     = 23,17 m/s
2.)     = 33,43 m/s
3.)     = 40,14 m/s
4.)   = 106,97 m/s
5.)    = 109,81 m/s

Hasil percobaan bila ditabulasikan, maka :
No
mbeban (kg)
λ (m)
f (Hz)
µ (kg/m)
vsin (m/s)
vmelde (m/s)
1
0,1
0,48
50
1,827.10-3
24
23,17
2
0,1
0,68
50
8,776.10-4
34
33,43
3
0,1
0,8
50
6,089.10-4
40
40,14
4
0,1
1,9
50
8,573.10-5
95
106,97
5
0,1
2
50
8,127.10-5
100
109,81

∑v = 293
∑v = 313,52

Kesesatan         =│ │x100%
                          = ││x100%
                           = 6,54%

Ketepatan         = 100% - 6,54%
                          = 93,46%














VII.       Pembahasan
Percobaan Melde dilakukan untuk mengetahui hubungan antara cepat rambat gelombang dengan gaya ketegangan tali.

Pada vibrator diikatkan tali yang panjang melalui katrol lalu digantungkan massa beban. Vibrator sudah memiliki frekuensi tertentu yaitu 50 Hz. Vibrator kemudian dihidupkan dengan menghubungkan pada sumber tegangan. Pada saat itu timbul gelombang transversal yang merambat dari vibrator ke katrol dan dipantulkan oleh katrol ke vibrator, dan akhirnya timbul gelombang stasioner pada tali sehingga simpul dan perut dapat diamati. Jarak antara vibrator dan katrol diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan praktikan dalam menentukan panjang gelombang. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan jarak 100 cm.
Panjang tali antara vibrator dan katrol, dibagi banyaknya gelombang yang terbentuk, akan mendapatkan nilai panjang satu gelombang: Untuk gelombang yang panjangnya lebih dari 100 cm, gelombang yang tampak tidak sampai satu gelombang. Tapi hanya setengah gelombang, seperempat gelombang, dsb.
Dalam percobaan Melde ini, praktikan melakukan percobaan dengan dua variasi yaitu variasi massa beban dan variasi jenis tali.
Pada percobaan I (variasi massa beban), semakin besar massa beban yang digantungkan, maka akan terjadi panjang gelombang yang semakin besar. Hal ini menyebabkan cepat rambat semakin besar pula.
v = λ f
Jika dianalisis dengan Hukum Melde, semakin besar massa beban, maka gaya ketegangan tali semakin besar :
F = mbeban.g
Dengan bertambah besarnya gaya ketegangan tali, maka cepat rambat gelombangnyapun semakin besar.

Pada percobaan variasi jenis tali, didapatkan rapat massa linier tali yang berbeda-beda. Kali ini praktikan tidak memvariasi massa beban. Praktikan menggunakan massa beban yaitu 100 gram.
Dari data hasil percobaan dan perhitungan, didapatkan bahwa semakin besar rapat massa linier tali maka semakin kecil cepat rambat gelombang. Semakin besarnya rapat massa linier tali juga mempengaruhi panjang gelombang yang terbentuk, yaitu semakin kecil. Sehingga jika dianalisis dengan menggunakan persamaan cepat rambat sinusoidal, maka didapatkan cepat rambat yang semakin kecil pula.
Dalam percobaan Melde ini, kesesatan diperoleh dengan membandingkan antara selisih kedua total cepat rambat (total cepat rambat sinusoidal dan total cepat rambat Melde) dengan total cepat rambat Melde, lalu dikalikan 100%. Maka didapatkan kesesatan sebesar 4,31% pada percobaan I dengan ketepatan 95,69%. Pada percobaan II, didapatkan kesesatan 6,54% dan ketepatannya adalah 93,46%.
Terdapatnya kesesatan pada percobaan ini karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan percobaan, terutama saat mengamati panjang gelombang yang terjadi dan saat mengukur panjang tali serta mengukur jarak antara katrol dan vibrator. Ketidakvalidan alat juga mempengaruhi terdapatnya kesesatan dalam percobaan Melde ini, seperti neraca yang mungkin kurang valid.


VIII.    Kesimpulan
Dalam percobaan Melde, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Jika seutas tali digetarkan secara terus menerus, maka akan menimbulkan gelombang transversal pada tali. Jika kedua ujung tali tertutup, maka gelombang transversal itu akan bersifat stasioner atau diam.
2.      Semakin besar gaya ketegangan tali (F), maka semakin besar pula cepat rambat gelombang (v). Cepat rambat gelombang (v) berbanding lurus dengan akar kuadrat gaya ketegangan tali (F).
3.      Semakin besar rapat massa linier tali (µ), semakin kecil cepat rambat gelombang (v). Cepat rambat gelombang (v) berbanding terbalik dengan akar kuadrat rapat massa linier tali (µ).
4.      Cepat rambat gelombang secara sinusoidal dapat ditentukan dengan persamaan :
v = λ f
Cepat rambat gelombang secara sinusoidal dapat ditentukan dengan persamaan Melde yaitu :






IX.          Daftar Pustaka

Millardo, Albert dkk. 2008. Laporan Fisika Percobaan Melde. Jakarta : SMA Kasinius.
http://id.wikipedia.org/wiki/getaran.
http://id.wikipedia.org/wiki/gelombang.